Monday, October 28, 2019

Satu Jiwa dalam Tubuh Berbeda – Itulah Sahabat

Periksalah kembali persahabatan yang pernah anda rajut. Apakah masih terbentang disana? Atau anda telah melupakan-nya jauh sebelum ini. Bekerja keras dan meniti jalan karier bukan berarti memisahkan anda dari persahabatan.
Beberapa orang mengatakan bahwa menjadi pemimpin itu berteman sepi; selalu mengerjakan apapun sendiri. Memang pohon yang menjulang tingi berdiri sendiri. Perdu yang rendah tumbuh bersemak-semak. Demikianlah hidup yang ingin anda jalani, bukan?
Jangan kacaukan karier dengan kehidupan yang semestinya.
Persahabatan merupakan bagian dari kehidupan anda. Binalah persahabatan.
Anda akan merasakan betapa kayanya hidup anda. berbagi kesedihan pada sahabat, dapat mengurangi kesediahan.
Berbagi kebahagiaan pada sahabat, memperkokoh kebahagiaan.
Orang bijak bilang bahwa sahabat adalah satu jiwa dalam tubuh yang berbeda. Dan sahabat anda yang terdekat adalah keluarga anda. Barangkali, itulah mengapa bersahabat meringankan baban anda, karena di dalam persahabatan tidak ada perhitungan.
Di sana anda belajar menghindari hal-hal yang tidak anda setujui, dan senantiasa mencari hal-hal yang anda sepakati. Itu juga mengapa persahabatan adalah kekuatan.
Sebagaimana kata pepatah, hidup tanpa teman, mati pun sendiri.

Monday, October 21, 2019

Saat Yang Paling Sempurna

Mungkin ada sesuatu yang selalu kita ingin kerjakan. Sebuah hasrat untuk mengerjakan sesuatu yang kita cita-citakan. Mengapa tidak mencoba mengerjakannya hari ini? Hari ini adalah saat paling sempurna untuk memulainya. Dari semua hari yang tersedia, tidak ada yang lebih tepat daripada hari ini.
Ingin kesempurnaan?
Berangkatlah dari yang tidak sempurna terlebih dahulu. Perbaiki satu bagian demi satu bagian, maka apa yang kita inginkan akan terwujud di depan mata. Tidak ada karya besar yang muncul dengan sekali duduk.
Mengambil langkah pertama tidaklah sulit. Semuanya ada di dalam jangkauan kita, termasuk hari ini. Jadi tunggu apa lagi, yang terpenting adalah kita memulainya sekarang, karena kita adalah pemilik hari ini.
Mengapa tidak besok? Karena hari esok belum tentu ada.

Saturday, October 19, 2019

Jangan Meremehkan Pekerjaan


Dua orang pemuda yang tak berpengalaman mendapatkan pekerjaan di sebuah kontraktor bangunan, namun keduanya mendapatkan pekerjaan yang berbeda. Pemuda pertama bernama Hendro, ia mendapatkan tugas untuk mengerjakan kusen kayu dan daun pintu. Sedangkan pemuda yang kedua bernama Dede, mendapatkan tugas untuk mengaduk semen dan pasir serta memasang bata.
Dalam pikiran Hendro, pekerjaannya sebagai tukang kayu lebih ringan dan mudah dibandingkan dengan Dede. Namun kejutan muncul saat dia tahu ternyata rumah yang akan dibangun adalah rumah dengan desain antik dan banyak ukiran kayunya, hal itu diluar dugaan Hendro. Setelah berkali-kali diajari oleh tukang senior di perusahaan itu dan tidak bisa juga, Hendro akhirnya putus asa. Ia pun mendatangi Dede yang giat bekerja tanpa lelah, untuk berdiskusi, kemungkinan tukar pekerjaan dan ternyata Dede setuju.
Dede pun akhirnya mengerjakan pekerjaan bagian Hendro, tentunya dengan dilatih terlebih dahulu. Setelah beberapa waktu, sang mandor memeriksa pekerjaan kedua anak baru tersebut. Mandor itu terpana dengan hasil kusen dan pintu yang dikerjakan dengan begitu baik. Ia pun bertanya “Siapa yang mengerjakan ini?” Pegawai yang ada di sana langsung menunjuk Dede.
Sang Mandor penasaran, bagaimana Dede bisa bekerja dengan begitu baik dan tidak seperti temannya Hendro yang menyerah berhenti di tengah jalan.
“Bagi saya sederhana saja Pak,” ujarnya dengan rendah hati. ”Lakukan semuanya dengan tulus dan jangan meremehkan apapun. Dengan begitu, saya lebih mengerti saat diajarkan dan bersungguh-sungguh mengerjakannya.”
Itulah rahasia keberhasilan Dede, dia tidak cepat berasumsi dan meremehkan pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Sikapnya pada akhirnya membantu dia mencapai keberhasilan. Hal sama berlaku juga dengan hidup kita, dalam kehidupan kita akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan seringkali menjadi sebuah kesempatan bagi kita untuk melangkah maju mencapai keberhasilan.
Kuncinya adalah bagaimana kita menyikapi tantangan itu, jangan pernah meremehkan atau sebaliknya merasa tidak mampu dan menolaknya. Coba belajarlah dengan sungguh-sungguh, lalu bekerjalah dengan sepenuh hati, niscaya kerja keras kita tidak akan sia-sia.

Friday, October 18, 2019

Sering Berdebat Namun Bersahabat *Part 1*

Dikisahkan dalam satu perusahaan yang berskala besar sebut saja perusahaan Penanaman Modal yang bergerak di bidang jasa keuangan, disana terdapat dua karyawan yang selalu berdebat dan mereka adalah Sodik dan Gusty. Di sebutkan Sodik adalah atasan dari Gusty dalam perusahaan tersebut dimana Sodik menjabat sebagai kepala bagian Umum dan Gusty sebagai staff nya.

Mereka seringkali terlibat perdebatan yang terkadang hanya sebatas candaan hingga terkait masalah pekerjaan, namun pada saat itu terjadi perdebatan yang cukup seru terkait masalah roko dan kopi ke warung yang berada persis di depan kantor mereka.

Pada waktu sela jam istirahat terjadi perbincangan di antara mereka..
Sodik : Gus (panggilan untuk gusty), tolong buatkan saya kopi yaa...
Gusty :  kenapa selalu saya sih pak yang di suruh kan masih ada yang lain yang bisa buatkan bapak kopi...
Sodik : sudah jalankan saja perintah saya, saya kan atasan kamu...
Gusty :  hhmmmm (Gusty bergumam), baiklah  pak, ditunggu sebentar..
Sodik : Jangan lupa sekalian ambilkan roko saya ya... (padahal tidak punya rokok 😎 )
Gusty : siap laksanakan ( sambil bergumam gusty pergi)

Sebelum membuat kopi, gusty berniat mengambil rokok terlebih dahulu, Gusty menghampiri meja kerja Sodik mencari roko namun tidak terlihat sama sekali roko di mejanya. Memang Sodik kadang agak pelupa dan kadang pura – pura lupa sih..

Gusty : Dasar pak sodik, gak punya rokok tapi nyuruh mengambilkan roko punya dia, ini akal – akalan dia saja sepertinya.
Gusty pun terus berfikir agar yang diminta pak Sodik kepadanya terpenuhi tanpa dia harus melakukannya, malah terkadang Gusty selalu mencoba mengambil keuntungan dari apa yang di rencanakan oleh atasannya yaitu pak Sodik.

Tidak lama kemudian Gusty mendapatkan ide bagus, dia berfikir tanpa membuat kopi dan mengambil rokok yang entah ada atau tidak sebenarnya rokok pak sodik tersebut tapi semua bisa bisa tersedia untuk pak sodik atasannya dan dia pun mendapat untung.Pergilah Gusty ke warung depan kantor, dan Gusty memesan kopi dan roko ke warung tersebut. Setelah pesanan tersedia gusty kembali menghampiri Sodik,

Sodik : Lama banget sih gus, saya dari tadi sudah gak tahan pengen ngopi dan ngeroko ( dengan nada yang cukup tinggi namun dengan senyum kerimis – kerimis gaya nya pak sodik)
Gusty : sabar sih pak, kan semuanya butuh proses...
Sodik : Alasan saja kamu...
Gusty : ini pak udah jangan marah – marah mulu, ini kopi dan rokonya...
Sodik : wah hebat kamu, kamu memang bisa di andalkan (dalam hati rokok nya ada ya padahal sy gak punya roko)

Dikarenakan Sodik merasa roko itu gratis diberikan oleh Gusty, akhirnya mereka berdua ngopi dan meroko bersama sambil ngobrol yang mungkin gak penting karena obrolan mereka hanya saling cela namun bercanda ria sampai akhirnya jam bekerja pun dimulai...

#Bersambung yaaa,,, ditunggu kelanjutannya J #
(sedikit bocoran untuk part 2 : yang bayar ke warung siapa? 😏 )


Kakek Penjual Amplop



Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop.

Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata.




Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amien.

Thursday, October 17, 2019

Dokter

Seorang dokter ditugaskan di sebuah lembaga penelitian dan menjadi orang yang berpendidikan paling tinggi.



Suatu hari dia pergi ke kolam kecil di belakang unit untuk memancing, seperti wakil direktur ada di kiri dan kanannya, dan juga memancing. Dia hanya sedikit mengangguk, dua mahasiswa ini, mengobrol baik-baik saja? Dalam waktu singkat, direktur meletakkan pancing, meregangkan dan meregangkan, dan berjalan dari air ke toilet di sisi yang berlawanan. Mata dokter jatuh dan jatuh. Mengambang di atas air? Tidak Ini sebuah kolam. Ketika direktur kembali dari toilet, dia juga kembali dari air. Apa yang terjadi Mahasiswa doktoral tidak baik untuk bertanya, dia adalah mahasiswa doktoral!


Setelah beberapa saat, wakil direktur juga berdiri, mengambil beberapa langkah, dan berjalan melintasi air di toilet. Dokter berikut ini hampir pingsan: Tidak, ini adalah tempat di mana para penguasa sungai dan danau terkonsentrasi?

Mahasiswa doktoral juga sedang terburu-buru. Ada dinding di kedua sisi kolam. Jika Anda harus pergi ke toilet yang berlawanan untuk jalan sepuluh menit, dan Anda terlalu jauh ke belakang ke unit, apa yang harus Anda lakukan? Mahasiswa doktoral tidak mau bertanya kepada dua direktur. Setelah sekian lama, mereka juga bangkit dan pergi ke air: Saya tidak percaya bahwa para sarjana dapat melewati air. Mahasiswa doktoral saya tidak bisa hidup. Hanya mendengarkan dentuman, siswa doktoral ditanam di dalam air.

Kedua direktur menariknya keluar dan bertanya mengapa dia pergi ke air. Dia bertanya, "Mengapa kamu bisa pergi?" Keduanya memandang satu sama lain dan tersenyum: "Ada dua baris pasak kayu di kolam, yang telah meningkat karena hujan dalam dua hari ini. Tepat di bawah air. Kita semua tahu posisi tiang pancang, sehingga kita bisa menginjak tumpukan. Mengapa Anda tidak bertanya? "



Pendidikan mewakili masa lalu, dan hanya pembelajaran yang bisa mewakili masa depan. Mereka yang menghormati pengalaman mereka dapat mengambil jalan memutar lebih sedikit. Tim yang baik juga harus menjadi tim pembelajaran.

Hati Cinta

Ini adalah kisah nyata yang terjadi di Inggris. Ada seorang lelaki tua yang kesepian yang tidak memiliki anak dan sakit dan sakit. Dia memutuskan untuk pindah ke panti jompo. Pria tua itu mengumumkan penjualan rumahnya yang indah. Pembeli mendengar berita itu dan mengerumuni. Harga lantai perumahan adalah £ 80.000, tetapi orang-orang dengan cepat menembakkannya menjadi £ 100.000. Harga masih naik. Orang tua itu tenggelam dalam sofa, penuh melankolis, ya, jika tidak sehat, ia tidak akan menjual rumah yang ia habiskan bersama sebagian besar hidupnya.

Seorang pria muda berpakaian sederhana datang ke mata orang tua itu dan membungkuk dan berbisik, "Tuan, saya ingin membeli rumah ini, tetapi saya hanya memiliki 10.000 pound. Namun, jika Anda menjual rumah itu kepada saya, saya berjanji untuk membiarkannya Kamu masih tinggal di sini, minum teh bersamaku, membaca koran, berjalan, dan bahagia setiap hari - percayalah, aku akan menjagamu dengan sepenuh hati! " Lelaki tua itu tersenyum dan menjual rumah itu seharga 10.000 poundsterling.

Untuk menyelesaikan impian Anda, Anda tidak harus membunuh dan berselingkuh dengan kejam, kadang-kadang, selama Anda punya hati kekasih, Anda bisa.